Isnin, 26 Disember 2011

Silsilah KH. Hasyim Asy'ari menyambung ke Rasululloh

Sayyidinaa MUHAMMAD shallallaahu 'alaihi wa 'alaa aalihi wasahbihi wabarik wa sallam

Sayyidatuna Fatimatuz Zahro binti Muhammad shallallaahu 'alaihi wa 'alaa aalihi wasahbihi wabarik wa sallam ♥ Sayyidinaa Ali bin Abi Tholib karomallaahu wajhah.

Sayyidinaa Husain bi Ali

Sayyidinaa Ali Zaenal Abidin

Sayyidinaa Muhammad Ali - Al Baqir

Sayyidinaa Ja'far Shodiq

Sayyidinaa Ali Al - Uroidi

Sayyidinaa Muhammad An - Naqib

Sayyidinaa Isa Arrumi

Sayyidinaa Ahmad Al - Muhajir Ilallah

Sayyidinaa Ubaidillah

Sayyidinaa Alawi

Sayyidinaa Muhammad

Sayyidinaa Alawi Muhammad

Sayyidinaa Ali Choli' Qosam

Sayyidinaa Muhammad Shohibu Mirbat

Sayyidinaa Alawi

Sayyidinaa Amir Abdul Malik

Sayyidinaa Abdulloh Khon

Sayyidinaa Ahmad Syah Jalal

Sayyidinaa Jamaludin Khusen

Sayyidinaa Ibrohim Asmuro

Sayyidinaa Ishak

Sayyidinaa 'Ainul Yaqin (Sunan Giri)

Sayyidinaa Abdurrahman (Jaka Tingkir)

Sayyidinaa Abdul Halim (Pangeran Benawa)

Sayyidinaa Abdul Halim

Sayyidinaa Abdurrahman (P. Samhud Bagda)

Sayyidinaa Abdul Wahid

Sayyidinaa Abu Sarwan

Sayyidinaa KH. As'ari (Jombang)

Sayyidinaa KH. Hasyim As'ari (Jombang)

* diambil dari Al Kitab Talchis, oleh Abdullah Bin Umar Assathiri. Telah diteliti dan direstui beredarnya oleh Rois 'Am Jam'iyah Ahlith Thoriqoh Al Muktabaroh An Nahdliyah, Sayyidinaa KH. Al Habib Luthfi bin Ali bin Yahya, Pekalongan.

BIOGRAFI KH. HASYIM ASY’ARI

Kiai Hasyim dilahirkan pada hari selasa kliwon, 24 Dzul Qa’dah 1287 H bertepatan dengan 14 februari 1871 M di desa nggedang, jombang. Dari garis ibu, halimah, kiai hasyim masih terhitung keturunan ke-8 dari jaka tingkir alias sultan pajang. Jaka Tingkir yang tak lain putra raja Brawijaya VI alias Lembu Peteng adalah sosok yang berhasil mengislamkan Pasuruan dan sekitarnya. Walaupun demikian, kiai hasyim tidak pernah merasakan serba-serbi kerajaan. Ia tumbuh dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga kiai. Ayahnya, kiai Asy,ari adlahn pengasuh Pesantren Keras yang berada disebelah selatan jombang. Kakeknya, kiai Utsman Asy’ari adalah pengasuh pesantren Nggedang, yang santrinya bersal dari seluruh jawa, pada akhir abad 19. Sedangkan buyutnya (ayah dari kakeknya ), kiai Sihah, pendiri pesantren Tambakberas di Jombang. Sejak kecil, hingga berusia 14 tahun, putra ke-3 dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya (kiai Asy’ari & kiai Ustman). Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar dengan giat dan rajin. Al-hasil, ketika berusia 13 tahun kiai hasyim diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kiai hasyim sudah terlihat mumpuni. Keberhasilannya dalam menyerap ilmu-ilmu yang telah diajarkan oleh ayah dan kakeknya tidak membuat kiai hasyim puas diri dalam menuntut ilmu. Dan kiai hasyim pun berencana melanjutkan studinya di pesantren-pesantren lain dari luar daerahnya. Ketika berusia 15 tahun, kiai hasyim meninggalkan kedua orang tuanya dan memulai pengembaraanya dalam menuntu ilmu. Beliau berpindah-pindah dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain. Mula-mula kiai hasyim nyantri di pesantren Wonokoyo Probolinggo. Kemudian yantri ke Pesantren Langitan, Tuban. Dan setelahnya nyantri ke Pesantren Trenggilis, Semarang. Terus nyantri lagi di Demangan, Bangkalan di Pulau Garam (Madura) di bawah asuhan kiai cholil. Dan nyantri lagi demi memuaskan jiwanya yang haus akan ilmu pengetahuan di Pesantren Siwalan, Panji (sidoarjo) yang di asuh kiai Ya’qub inilah, kiai hasyim semacam benar-benar menemukan sumber islam yang diinginkan. Kiai Ya’qub dikenal sebagian ulama’ berpandangan luas cukup alim dalam beragama, cukup lama kiai hasyim menimba ilmu di Pesantren Siwalan, dalam kurun waktu sekitar 5 tahun kiai hasyim menimba ilmu di Pesantren Siwalan. Dengan kecerdasan dan kealiman kiai hasyim maka kiai ya’qup kesengsem berat kapadanya. Akhirnya kiai hasyim di ambilnya sebagai menantu, saat usianya masih 21 tahun, kiai hasyim menikah dengan nyai Chadidjah, putrid kiai ya’qub. Tidak lama setelah menikah kiai hasyim bersama istrinya berangkat ke makkah guna menunaikan ibadah haji. 7 bulan disana, lalu kembali ketanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal. Tahun 1893 M, kiai hasyim kembali menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di makkah. Beliau menetap di sana selama 7 tahun dan bergu kepada ulama’ulama besar seperti Syekh Ahmad Khatib Minangkabau dan Syekh Mahfuzh at-Termasi di bidang Hadis. Pada tahun 1899 M kiai hasyim kembali ketanah air Indonesia. Dalam perjalanan pulang, kiai hasyim singgah di johor, Malaysia dan mengajar disana selama beberapa kurun waktu. Sesampai di Indonesia kiai hasyim mengajar di pesantren milik kakeknya, kiai ustman di nggedang, jombang. Tidak lama kemudian kiai hasyim mendirikan pesantren di Tebuireng pada tanggal 12 Rabiul Awal 1317 H (1899 M). tahun. Ulama Pembaharu Pesantren Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng dan perintis Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, ini dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Karya dan jasa Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang, Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir). Kakeknya, Kiai Ustman terkenal sebagai pemimpin Pesantren Gedang, yang santrinya berasal dari seluruh Jawa, pada akhir abad 19. Dan ayah kakeknya, Kiai Sihah, adalah pendiri Pesantren Tambakberas di Jombang.
Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra ketiga dari 11 bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu mendorongnya belajar lebih giat dan rajin. Hasilnya, ia diberi kesempatan oleh ayahnya untuk membantu mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya. Tak puas dengan ilmu yang diterimanya, semenjak usia 15 tahun, ia berkelana dari satu pesantren ke pesantren lain. Mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Trenggilis (Semarang), dan Pesantren Siwalan, Panji (Sidoarjo). Di pesantren Siwalan ia belajar pada Kyai Jakub yang kemudian mengambilnya sebagai menantu. Pada tahun 1892, Kiai Hasyim Asy’ari menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu di Mekah. Di sana ia berguru pada Syeh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfudh at-Tarmisi, gurunya di bidang hadis. Dalam perjalanan pulang ke tanah air, ia singgah di Johor, Malaysia dan mengajar di sana. Pulang ke Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren di Tebuireng yang kelak menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad 20. Sejak tahun 1900, Kiai Hasyim Asy’ari memosisikan Pesantren Tebuireng, menjadi pusat pembaruan bagi pengajaran Islam tradisional. Dalam pesantren itu bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri belajar membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Cara yang dilakukannya itu mendapat reaksi masyarakat sebab dianggap bidat. Ia dikecam, tetapi tidak mundur dari pendiriannya. Baginya, mengajarkan agama berarti memperbaiki manusia. Mendidik para santri dan menyiapkan mereka untuk terjun ke masyarakat, adalah salah satu tujuan utama perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari. Meski mendapat kecaman, pesantren Tebuireng menjadi masyur ketika para santri angkatan pertamanya berhasil mengembangkan pesantren di berbagai daerah dan juga menjadi besar. Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menyegani kewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU pun berkembang makin pesat. Organisasi ini telah menjadi penyalur bagi pengembangan Islam ke desa-desa maupun perkotaan di Jawa. Meski sudah menjadi tokoh penting dalam NU, ia tetap bersikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Pemerintah Belanda bersedia mengangkatnya menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup besar asalkan mau bekerja sama, tetapi ditolaknya. Dengan alasan yang tidak diketahui, pada masa awal pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari ditangkap. Berkat bantuan anaknya, K.H. Wahid Hasyim, beberapa bulan kemudian ia dibebaskan dan sesudah itu diangkat menjadi Kepala Urusan Agama. Jabatan itu diterimanya karena terpaksa, tetapi ia tetap mengasuh pesantrennya di Tebuireng. Sesudah Indonesia merdeka, melalui pidato-pidatonya Kiai Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan. Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1947 karena pendarahan otak dan dimakamkan di Tebuireng.

Ahad, 7 Ogos 2011

SEBAIK-BAIK WAKAF

WAKAF
Wakaf dalam Islam memiliki nilai lebih dibanding dengan bentuk derma / shodaqoh lainnya, sebab wakaf identik dengan amal jariyah, satu dari tiga jenis amal anak Adam AS yang tidak akan putus pahalanya selama masih bisa dimanfaatkan, kendati ia telah meninggal dunia.

Itulah sebabnya para ulama mensyaratkan benda yang diwakafkan itu harus kekal dzatnya    ( versi dunia ), tidak mudah rusak, bermanfaat, tidak terbatas waktu, tunai dan tanpa syarat serta jelas penerima dan penanggung jawabnya, atas dasar itu pula para ulama sepakat bahwa yang paling utama untuk di-WAKAF-kan adalah TANAH, baik yang produktif untuk diambil hasilnya untuk kepentingan Islam atau tanah yang bisa dibangun diatasnya untak sarana Pendidikan, Peribadatan dan Perjuangan Dakwah Islam.
Tradisi wakaf berawal dari pertanyaan S.Umar bin Khattab RA. Kepada Baginda Rasulullah SAW tentang bagaimana seharusnya beliau memanfaatkan tanahnya yang ada di desa Khaibar.
Hingga kini, sepanjang sejarah Islam, tradisi Wakaf  telah terbukti begitu hebat dalam menunjang kemajuan dan kemaslahatan Ummat.
                Siapapun tentu tidak bisa memungkiri, bahwa segenap kenikmatan yang kita rasakan manisnya pada saat ini, banyak bersumber dari manfaat dan barokah yang kita peroleh dari Wakaf pendahulu kita, seperti Masjid, Musholla, Madrasah, Pesantren, Panti Asuhan dan lain lain.
Tanpa Wakaf dari mereka, rasanya patut kita pertanyakan, bagaimana kira - kira kondisi kita sekarang?..Terutama dalam hal keilmuan, coba kita renungkan sejenak,,para ulama,kiyai dan ustadz sekarang, bisa dikatakan hampir semuanya terbit dari tempat belajar dan mengajar pada tempat  yang diwakafkan oleh dermawan pendahulu kita.
Nah…
Jika orang - orang terdahulu sudah menanam, dan kita saat ini yang merasakan hasilnya, maka apa yang akan kita tanam untuk anak cucu kita?
Jika generasi terdahulu telah begitu besar jasanya untuk kesejahteraan kita sekarang, lalu apa yang bisa kita lakukan untuk generasi Islam yang akan datang?...

Kami Panitia Pembebasan Tanah Wakaf Riyadhul Muhibbin membuka peluang dan memberikan alternative jawabannya, karena saat ini kami masih dalam proses pembebasan tanah wakaf untuk sarana pendidikan Islam , Pesantren Riyadhul Muhibbin.
Sangat diharafkan para dermawan terketuk, tergugah dan menyisihkan sebagian rezeki yang Allah SWT titipkan pada bapak / ibu dan simpatisan sekalian , Jika Allah Swt berkehendak, tentu mudah saja tanah in lunas,tapi sangat disayangkan jika anda tidak ikut terlibat didalamnya, karena amal orang lain tak mungkin anda yang mendapatkan pahalnya dan begitu sebaliknya, Anda punya?..Silahkan menghubungi para panitia yang telah ditunjuk.

Di Negara Indonesia, Undang - Undang perwakafan telah ditetapkan pemerintah nomor 41 tahun 2004 dan untuk melengkapi Undang - Undang tersebut Pemerintah juga menetapkan peraturan nomor 42 tahun 2006.

Silahkan bapak / ibu renungkan ajakan dan himbauan ini, lalu ambil keputusan sesuai kemampuan dan keikhlasan bapak / ibu. Laksanakan sesegera mungkin sebelum syaithan mengembuskan keraguan karena takut miskin, tentunya landasan utama ibadah adalah dari harta yang halal dan dikerjakanlah IKHLAS Lillahi Ta’ala…

Insyaallah pahalanya akan kekal, disaat bapak / ibu  sudah dilupakan anak-anak dan keturunan, disaat bapak / ibu telah terkubur menjadi tulang belulang, Pahala wakaf Bapak / ibu akan terus mengalir abadi sepanjang zaman. Sekecil apapun ibadah yang kita lakukan jika berdasarkan keikhlasan, maka akan mampu membuat kita tersenyum dan bahagia  ketika menerima ganjarannya nanti dihadapan Allas Swt. Wassalam

Rabu, 15 Jun 2011

sejauh mana rasa cinta kita benar-benar menghunjam dihati terhadap beliau SAW?

Mencintai Nabi Muhammad SAW
Jika kita menyukai dan mencintai sesuatu, pasti kita akan sering menyebut sesuatu itu. Bahkan kita akan berusaha untuk menjaga keadaan dari sesuatu yang kita cintai itu dengan baik. Apapun akan kita persembahkan demi sesuatu tersebut. Ketika kita menjadikan perabotan rumah tangga sebagai salah satu hal yang ...kita suka dan cintai, kita pasti akan senantiasa merawatnya,
acapkali membersihkannya, menatanya dengan rapi serta senantiasa
menjadikannya sebagai salah satu perhatian utama. Sesuatu pembicaraan dan tulisan yang bernuansa seputar masalah perabotan akan menjadi sangat menarik dan jadi perhatian utama kita. Benar bukan?
Lain lagi jika kita tergolong seorang yang menyukai dan mencintai kebersihan. Ke sudut manapun pandangan mata kita tujukan, pasti hal pertama yang menjadi perhatian kita adalah soal kebersihannya. Jika di suatu sudut yang kita pandang kita jumpai dalam keadaan kotor, pikiran kita pasti menjadi terganggu dan berkeinginan untuk segera membuat keadaan yang terlihat kembali bersih. lain lagi jika kita sudah kelewat mengagumi seseorang dan menjadikannya idola. Kita pasti akan sering menyebut namanya, baik didepan orang banyak dengan cara menceritakan segala kelebihannya hingga bahkan sampai bermimpi tentangnya disaat tidur.
Namun sadarkah kita, kaum muslimin khususnya, bahwa ada sosok seseorang yang sudah hampir kita lupakan. Sebaik-baik makhluk yang Allah SWT hadirkan ke dunia. Sosok yang sesungguhnya wajib menjadi idola dan teladan. Sosok yang selayaknya senantiasa dirindukan dalam setiap tarikan nafas, dalam setiap gerak gerik dan tindak tanduk keseharian. Sosok yang diimpi-impikan untuk dapat diteladani akhlaknya. Sosok yang terlahir dengan membawa kesempurnaan dan untuk menyempurnakan akhlak. Tiada yang ia bawa kecuali peringatan-peringatan untuk menetapi jalan kebaikan dan kebenaran menuju sebuah cinta yang hakiki, yakni cinta kepada Allah SWT dan meng-esakan- Nya.
Saudaraku, dialah Rasulullah, Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi, Sang pembawa risalah kebenaran ilahi. Saat ini, sudah sejauh mana rasa cinta kita benar-benar menghunjam dihati terhadap beliau SAW?
Ucapan apa yang keluar dari bibir kita saat nama beliau SAW disebut oleh seseorang? Kemuliaan seperti apakah yang kita inginkan? Kemuliaan di mata manusia ataukah kemuliaan di sisi Allah SWT? Sungguh, sebaik-baik ucapan yang keluar dari bibir kita tatkala nama Rasulullah Muhammad SAW disebut adalah berupa ucapan sholawat dan salam yang kita sampaikan
kepadanya. 
Dan tidaklah orang yang disebut pelit itu hanya orang yang tidak mau memberikan kelebihan hartanya, namun kata Rasulullah SAW dalam haditsnya, bahwa
“ Orang yang bakhil (pelit) itu adalah orang yang apabila disebut namaku (Muhammad SAW), namun ia tidak mau bersholawat kepadaku ”.
Sungguh, akan kemana wajah ini akan kita hadapkan. Malu rasanya saat ini kita jauh dari apa yang dirasakan para sahabat terhadap Rasulullah SAW.
Para sahabat begitu haru biru ketika berada bersama Rasulullah SAW. Ada yang menangis saat disebut nama beliau SAW, ingin senantiasa bersama dan selalu menyertai beliau SAW, bahkan ada salah seorang dari sahabat Rasulullah SAW yang merasa khawatir tidak dapat bertemu
beliau SAW – meskipun ia telah dijamin surga – saat mengingat kematian yang akan mendatanginya dan kematian Rasulullah SAW. 
Sesungguhnya mencintai nabi Muhammad SAW adalah wajib, melebihi kecintaan kita terhadap diri kita sendiri, orang tua, anak, keluarga, harta benda, bahkan seluruh manusia. Dan salah satu tanda seseorang yang mencintai Rasulullah SAW adalah berharap yang sangat akan pertemuan dengan beliau SAW serta menyertainya. Dan kehilangan keduanya adalah adalah lebih berat baginya dari kehilangan apapun di dunia ini.

Ya Allah Ya Rabbiy, Kurniakanlah kami kalbu pecinta Cinta akan Rasul- Mu terkasih Dengan sebenar- benarnya cinta sejati Yang bukan hanya pengakuan namun berupa pembuktian Yang menjadikan pertemuan dengannya sebagai sebuah kerinduan… ***

Isnin, 13 Jun 2011

“ Apabila niat kuat maka jalan akan terang “

Begitulah kata nasehat yang menginspirasi dan menyemangati saya dan jamaah sehingga memberanikan diri melamar tanah ukuran 3885 Meter yang niatnya dibeli sebagai WAKAF untuk sarana Pendidikan Agama Islam , untuk mengembangkan dakwah, lebih banyak menebar manfaat dari majlis yang sudah ada sejak akhir tahun 2008M ini.
                Hal yang kami sangat harafkan dari saudara /i kaum muslimin sekalian adalah dukungan dan partisipasinya, Sudah menjadi keyakinan kita, Tiada daya dan upaya kecuali Allah swt, kita hanya dituntut berusaha, berikhtiar maksimal sesuai kuasa yang diberikan Allah Swt untuk menolong Agama ini, sebatas kemampuan yang dimiliki, selebihnya  yang menyempurnakan niat dan cita cita itu sehingga berhasil adalah Sang Khaliq, Yakni Allah Swt jua.Tak ubahnya seperti petani yang sedang berladang, batas usahanya hanya menggarap lahan, menanam bibit dan merawatnya, disini batas maksimal usaha seorang petani, ia tak bisa menumbuhkan, ia tak kuasa membesarkan apalagi membuahi tanamannya,  Selanjutnya Allah Swt-lah yang menyempurnakan, menumbuhkan, membesarkan serta memunculkan buahnya. Begitu halnya dengan semua rencana yang saya ajak kerjasamanya pada seluruh kaum muslimin yang membaca tulisan ini.
Karenanya kami selalu berdo'a, berusaha maksimal dan optimis full bahwa tanah ini Insyaallah akan dapat lunas pada saat jatuh temponya nanti, januari 2012.
Semoga banyak hamba-hamba-Nya  yang pemurah, yang diberi hidayah dan taufiq, terketuk hatinya sehingga dapat menyisihkan hartanya yang halal untuk mengambil bagian dalam pelunasan tanah wakaf ini, yang belum punya rezeki ikut menginfokannya pada keluarga, sahabat dan teman temannya, sehingga dengan demikian tersebarlah ajakan ini.

Dan yang TERPENTING ketika beramal adalah Keikhlasan, karena hanya dengan keikhlasan suata amal bisa diharafkan manfaatnya, jika kita pandai beramal maka harus pandai pula menjaga amal itu agar tidak terhapus pahala ganjarannya. Penjagaan itu dengan cara ikhlas jauh dari ria dan sum’ah serta berbagai penyakit hati lainnya.
Demikian ajakan dan himbauan saya pada kaum muslimin, semoga kita termasuk hamba hamba-Nya yang tidak tinggal diam dengan kebutuhan Agama Islam yang kita cintai ini.
Wassalam
Pengasuh Halaqoh Ta’lim Riyadhul Muhibbin

                         Sahlan  Al - Banjari

Isnin, 23 Mei 2011

Suasana Maulid Tiap awal bulan, di Halaqoh Ta’lim Raudhatul Muhibbin


Masih ada beberapa jamaah yg tak diphoto, mereka dirumah rumah warga, terutama kaum ibu. Handycame masih pinjam, biaya, Rp.50rb.

Sound system juga masih pinjam

Hadroh guna santri, 5 orang, ongkos.Rp, 150rb.

Ahad, 15 Mei 2011

(Kado Untuk Pecinta Majlis Ta'lim Riyadul Muhibbin - Taman Cinta)

(Kado Untuk Pecinta Majlis Ta'lim Riyadul Muhibbin - Taman Cinta)
Khartoum Sudan

Di sini tak ada penyesalan
Yang ada hanyalah cinta
Kepada Allah dan
Kepada Rasulullah SAW
Disamping mengetahui haknya
Sebagai hamba
Dan haknya
Terhadap sesama.

Rangkaian kata tersebut tertulis dalam kertas yang di sebarluaskan setiap acara pengajian rutin Majlis Ta'lim Riyadul Muhibbin – Taman Cinta. Para pecinta Taman Cinta yang sedang mengikuti pengajian senantiasa membaca kalimat ini. Kalimat yang sepintas aneh namun memiliki sentakan hati yang menusuk kegelapan dunia, sekaligus membangunkan kelelapan hamba. Kalimat sederhana, tetapi merupakan simpul dari seluruh perjalanan Mi'raj Kaum Sufi di seluruh dunia, pengetahuan sekaligus hikmah terdalam, dan akhir sebuah perjalanan. Mencintai Allah dan mencintai Rasul SAW-Nya, mengetahui haknya sebagai hamba dan haknya terhadap sesama hamba.

Menemui Allah itu tidak akan pernah tergapai manakala sang hamba tidak pernah mencintai Rasul SAW-Nya. Mencintai Rasul SAW kelak secara otomatis mengikuti jejak-jejak sang Rasul SAW. Ketika seorang hamba menempuh perjalanan amal dan menggapai derajat luhur: bahwa semua itu merupakan penjejakan dalam Islam, suatu orientasi semata menuju kepada Allah SWT.

Dalam suatu ayat Al-Qur'an dijelaskan:
"Katakanlah, apabila orangtuamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu dan keluargamu, dan harta-harta yang kamu berusaha meraih keuntungannya, serta perdagangan yang kamu takutkan akan kebangkrutannya dan tempat-tempat tinggal yang kamu senangi, ternyata lebih kamu cintai dibandingkan mencintai Allah dan Rasul SAW-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah, sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik."(at-Taubah : 25)

Cinta atau mahabbah ternyata menempati posisi luhur dalam kehidupan beragama. Banyak orang menyangka, apa yang dilakukan selama ini sudah menempati posisi cinta itu, padahal ia sekedar menjalankan suatu perintah belaka, tanpa penghayatan rasa cinta sampai ke dalam batin, rasa cinta yang menyentuh ruh dan lubuk kalbunya.
Betapa dahsyatnya cinta kepada Allah dan Rasul SAW-Nya ini, sampai Allah memperingatkan dengan berbagai versi dalam ayat Al Qur'an maupun Hadits Rasul SAW dalam riwayat Al Bukhari dan Abdullah bin Hisyam dijelaskan.
"Kami bersama Rasulullah SAW. Ketika itu Rasulullah SAW sedang memegang tangan Umar bin Al Khatab, lalu Umar berkata, "Wahai Rasulullah SAW engkau adalah orang yang paling kucintai dibanding segalanya selain diriku." Lalu Rasulullah SAW balik menjawab, "Tak seorang pun beriman secara sempurna sampai aku lebih dicintai dibanding dirinya sendiri." Umar kembali menegaskan, "Engkau sekarang, lebih kucintai dibanding diriku sendiri." Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Sekarang begitu wahai Umar."

Dalam hadits lain yang dikeluarkan oleh Imam Muslim disebutkan," Nabi SAW bersabda, "Apabila Allah Azza wa Jalla mencintai seorang hamba, Dia berfirman kepada Jibril. "Wahai Jibril Aku mencintai seseorang, maka cintailah dia." Lantas Jibril mengumumkan kepada seluruh penghuni langit, "Sesungguhnya Allah Ta'ala benar-benar mencintai seorang hamba maka hendaknya kalian mencintainya." Lalu penghuni langitpun mencintai hamba itu, dan hamba itu pun diterima oleh manusia di muka bumi....dst.

Dalam konsep Sufi, mahabbah atau cinta menempati posisi ruhani yang luhur dan mulia. Menurut Abul Qasim al-Qusyairy dalam kitabnya Ar Risalah al-Qusyairiyah, Allah menyaksikan sang hamba melalui cinta itu dan Allah mempermaklumkan cinta-Nya itu kepada hamba tersebut. Maka Allah SWT disifati sebagai sang Pecinta kepada hamba dan begitu pula si hamba disifati sebagai pencinta kepada Allah SWT.

Itu berarti bahwa cinta Allah kepada hambaNya itu adalah semata Kehendak-Nya agar ada pelimpahan Kasih Sayang kepada sang hamba sebagaimana dengan rahmat-Nya ketika melimpahkan nikmat-Nya kepada hamba.

Jadi Mahabbah atau cintai memiliki nuansa khusus dibanding Rahmat. Sementara Rahmat tersebut lebih sebagai merupakan pelimpahan-pelimpahan nikmat secara umum. Secara khusus Allah melimpahkan nikmat kepada hamba-Nya dalam gairah ruhani sang hamba, yang kemudian disebut cinta atau mahabbah.

Pengalaman Sufi

Para sufi seringkali menyebutkan mahabbah atau cinta. Hampir seluruh puja dan puji para Sufi mendendangkan keharuan cinta dan kedahsyatan rindunya. Pecinta agung sepanjang zaman Rabi'ah Adawiyah misalnya, telah mampu mencapai tingkat cinta tertinggi dan dengan cinta itu pula Rabi'ah mendapatkan tempat mulia di sisi Allah SWT. Seluruh istana sufi, hampir-hampir dipenuhi ornamen-oprnamen kecintaan kepada Sang Kekasih hingga pada tahap tertentu sang hamba seakan-akan menyatu dengan Kekasih-Nya.

Sejumlah pengalaman cinta para sufi begitu kuat terdefinisi dalam simpul-simpul berikut:
Cinta berarti kecenderungan pesona sang kekasih dengan penuh kebimbangan hati.
Cinta adalah mengutamakan kekasihnya di atas segala yang dikasihi.
Cinta adalah keselarasan jiwa dengan Sang Kekasih di dalam dunia nyata maupun dunia tidak nyata.
Cinta adalah peleburan si pencita dengan sifat-sifat Nya dan Peneguhan Cinta-Nya dengan Dzat-Nya.
Cinta merupakan selaras hati dengan Kehendak-Nya.
Cinta berarti rasa takut bila berlaku tidak sopan pada saat menegakkan pengabdiannya.
Al Bustamy mengatakan, cinta adalah membebaskan segala hal-hal sebesar apapun yang datang dari egomu, dan membesarkan hal-hal yang kecil yang datang dari kekasihmu.
Junaid al-Bagdady menegaskan, cinta berarti merasuknya sifat-sifat Sang Kekasih, meraih sifat-sifat sang pecinta. Si pencita sudah lebur dalam kenangan dan ingatan sang kekasih.
Abu Abdullah al-Qurasy mengatakan, cinta berarti menyerahkan dirimu kepada Sang Kekasih tanpa sedikitpun tersisa.
Sedangkan Asy Syibly menyatakan, cinta yang kemudian disebut mahabbah hanya karena mahabbah sudah melenyapkan seluruh sisi hati, kecuali hanya Sang Kekasih.

Dalam suatu forum diantara para syeikh sufi di Mekkah, al-Junaid adalah peserta termuda. Lalu ia dipanggil, "Hai orang Irak, apa pendapatmu tentang cinta?" Tiba-tiba al Junaid menundukkan kepala. Air matanya meleleh dan sesenggukan, lalu bicara.
"Cinta adalah seorang pelayan yang meninggalkan jiwanya dan melekatkan dalam pelukan Dizkir kepada-Nya. Mengukuhkan diri dalam melaksanakan perintah-Nya dengan kesadaran penuh bahwa Dia dalam hatinya. Cahaya Dzat-Nya telah membakar hatinya lalu ikut meminum dalam pesta minuman suci dari cangkir cinta-Nya. Lalu Yang Maha Kuasa tersingkap dari balik tiraiNya sampai ia hanya bicara dengan kata-kata yang selaras denga perintah-Nya, apa yang diucapkannya berasal dari-Nya. Ketika ia bergerak, ia bergerak karena perintah-Nya, ketika ia diam karena diamnya bersama Allah."

Mendengar penuturan al-Junaid semua syeikh menangis, lalu berkata, "Tak ada yang perlu diucapkan lagi. Semoga Allah menguatkan dirimu, wahai mahkota para sufi."

Dalam riwayat, Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Daud as, "Aku telah melarang cinta untuk-Ku yang merasuk di hati manusia, manakala cinta kepada selain diri-Ku masih punya tempat di hatinya."

Dikisahkan tentang munajat Rabi'ah Adawiyah, "Tuhanku, akankah Engkau membakar dengan api, hati yang mencintaiMu?" Tiba-tiba muncul bisikan lembut, "Kami tidak akan melakukan hal seperti itu. Jangan dirimu menyangka buruk seperti itu kepadaKu..."

Cinta Kepada Rasulullah SAW

Pengalaman-pengalaman sufi tentang cinta, sebenarnya tidak bisa lepas dari rasa cintanya kepada Rasulullah SAW. Al Bushiry Asy Syadizily, penulis sajak-sajak Al Burdah yang monumental itu, sungguh sangat anggun ketika melantunkan gairah cintanya kepada Rasulullah SAW. Sebab selain seorang Rasul SAW utama, Kanjeng Nabi Muhammad SAW adalah kekasih utama-Nya pula.

Bentuk cinta seorang hamba kepada Rasulullah SAW-Nya adalah melalui peneladanan sunnah-sunnahnya, mendoakan melalui Shalawat Nabi kepadanya. Bahkan menghayati seluruh jalan hidupnya. Rasulullah SAW adalah teladan mulia, bagaimana para hamba mencintainya, sampai pada dataran dimana cinta benar-benar agung dalam jiwa para hamba, sebagaimana cinta yang dilukiskan para sufi itu.

Mencintai Rasulullah SAW berarti mencintai Allah, dan sebaliknya mencintai Allah juga berarti mencintai Rasulullah SAW. Apa yang disebut dengan Cahaya Muhammad adalah bentuk Kemaharinduan dan Kemahacintaan Ilahi, dimana Cahaya Muhammad adalah titik Pertama yang kelak melimpah menjadi Jagad Raya dan seluruh mahluk ciptaan-Nya.

Karena itu dalam tradisi tarekat, shalawat kepada Nabi senantiasa mengiringi dzikir para sufi karena Cahaya Muhammad itulah awal dimana Allah menciptakan dan kemudian ciptaan-Nya itu mengenal-Nya dengan gairah cinta-Nya. Dalam hadits Qudsi disebutkan, "Aku adalah khazanah tersembunyi, lalu aku ingin sekali (dengan segala Cinta-Ku) untuk dikenal, maka Kuciptakanlah mahluk agar ma’rifat kepadaKu."

Cinta kepada Rasulullah SAW berati juga suatu kesadaran agung dimana seorang hamba mengenal dirinya sebagai hamba, dengan segala hak-hak (kewajiban kehambaan, ubudiyah) dan mengenal dirinya sebagai hamba yang memiliki hak terhadap sesama hamba.

Cinta tidak mengenal batas agama, batas golongan, batas geografi, batas suku dan batas-batas sosial lainnya. Cinta kepada Rasulullah SAW adalah awal kecintaan hamba terhadap sesama hamba mahluk Allah SWT. Kecintaan yang tak bisa digambarkan dengan jual beli duniawi atau penghargaan materi.

Tetapi cinta yang membumbung dalam rahasia terdalam dari lubuk hamba kepada kekasih-Nya, Muhammad SAW.

Mari kita renungkan, suatu wacana cinta di bawah ini: "Dosa orang-orang yang ma'rifat adalah menggunakan ucapan, penglihatan mereka untuk kepentingan duniawi dan meraih keuntungan darinya. Sedangkan pengkhianatan pecinta adalah mengutamakan hawa nafsu mereka dibandingkan mengutamakan Ridha Allah SWT dalam urusan yang mereka hadapi. Sedang dusta para pemula di jalan sufi adalah jika mereka lebih peduli terhadap kesadaran akan hal-hal manusiawi, dibanding kesadaran akan dzikir dan memandang Allah SWT," demikian kata sufi besar, Abu Utsman.

Di Balik istighfar dan Shalawat Nabi SAW

Apa hubungan lstighfar dengan Shalawat Nabi SAW? Mengapa dalam praktik sufi senantiasa ada dzikir istighfar dan Shalawat Nabi dalam setiap wirid-wiridnya?

Hubungan istighfar dengan shalawat, ibarat dua keping mata uang. Sebab orang yang bershalawat mengakui dirinya sebagai hamba yang lebur dalam wahana Sunnah Nabi. Leburnya kehambaan itulah yang identik dengan kefanaan hamba ketika beristighfar.

Shalawat Nabi merupakan syariat sekaligus mengandung hakikat. Disebut syariat karena Allah SWT memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman agar memohonkan Shalawat dan Salam kepada nabi. Dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya senantiasa bershalawat kepada nabi. Wahai, orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya,"
(QS. 33 : 56)

Beberapa hadits di bawah ini sangat mendukung firman Allah Ta'ala tersebut:

1. Suatu hari Rasulullah SAW datang dengan wajah tampak berseri-seri dan bersabda: "Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, "Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad, bahwa untuk satu shalawat dari seorang umatmu akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya. Dan sepuluh salam bagiku akan kubalas dengan sepuluh salam baginya." (HR. An-Nasal)
2. Sabda Rasulullah SAW: "Kalau orang bershalawat kepadaku maka malaikat juga akan mendoakan keselamatan yang sama baginya. Untuk itu hendaknya dilakukan meskipun sedikit atau banyak."
(HR. lbnu Majah dan Thabrani).
3. Sabda Nabi SAW: "Manusia yang paling utama bagiku adalah yang paling banyak shalawatnya."
(HR. Abu Dhawud).
4. Sabdanya: "Paling bakhilnya manusia ketika ia mendengar namaku disebut dia tidak mengucapkan shalawat bagiku,"
(HR. At-Tharmidzi).
"Perbanyaklah shalawat bagiku di hari Jum'at."
(HR. An-Nasal)
5. Sabdanya: "Sesungguhnya di bumi ada malaikat yang berkeliling dengan tujuan menyampaikan shalawat umatku kepadaku."
(HR. An-Nasa'i)
6. Sabdanya: "Tak seorangpun yang bershalawat kepadaku melainkan Allah mengembali-kan ke ruhku sehingga aku menjawab salam kepadanya."
(HR. Abu Dhawud)

Tentu, tidak sederhana menyelami keagungan Shalawat Nabi. Karena setiap kata dan huruf dalam shalawat yang kita ucapkan mengandung atmosfir ruhani yang sangat dahsyat. Kedahsyatan itu tentu karena posisi Nabi Muhammad SAW sebagai hamba Allah, Nabiyullah, Rasulullah SAW, Kekasih Allah dan Cahaya Allah. Dan semesta raya ini diciptakan dari Nur Muhammad sehingga setiap detak huruf dalam shalawat pasti mengandung elemen metafisik yang luar biasa.

Mengapa kita musti membaca Shalawat dan Salam kepada nabi, sedangkan nabi adalah manusia paripurna, sudah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu maupun yang akan datang? Beberapa alasan berikut ini sangat mendukung perintah Allah SWT.

1. Nabi Muhammad SAW adalah sentral semesta fisik dan metafisik, karena itu seluruh elemen lahir dan batin mahluk ini merupakan refleksi dari cahayanya yang agung. Bershalawat dan bersalam yang berarti mendoakan beliau adalah bentuk lain dari proses kita menuju jati diri kehambaan yang hakiki di hadapan Allah melalui "titik pusat gravitasi" ruhani, yaitu Muhammad Rasulullah SAW.
2. Nabi Muhammad SAW adalah manusia paripurna. Segala doa dan upaya untuk mencintainya berarti kembali kepada orang yang mendoakan tanpa reserve. Ibarat gelas yang sudah penuh air, jika kita tuangkan air pada gelas tersebut, pasti tumpah. Tumpahan itulah kembali pada diri kita, tumpahan Rahmad dan AnugerahNya melalui gelas piala Kekasih-Nya, Muhammad SAW.
3. Shalawat Nabi mengandung syafa'at dunia dan akhirat. Semata karena filosofi Kecintaan Ilahi kepada Kekasih-Nya itu meruntuhkan Amarah-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsi, "Sesungguhnya Rahmat-Ku mengalahkan Amarah-Ku."
Siksaaan Allah tidak akan turun pada ahli Shalawat Nabi karena kandungan kebajikannya yang begitu par-exellent.
4. Shalawat Nabi menjadi tawashul bagi perjalanan ruhani umat Islam. Getaran bibir dan detak jantung akan senantiasa membumbung ke alam Samawat (alam ruhani) ketika nama Muhammad SAW disebutnya. Karena itu mereka yang hendak menuju kepada Allah (wushul), peran Shalawat sebagai pendampingnya. Karena keparipurnaan Nabi itu menjadi jaminan bagi siapa pun yang hendak bertemu dengan Yang Maha Paripurna.
5. Nabi Muhammad SAW sebagai nama dan predikat bukan sekadar lambang dari sifat-sifat terpuji tetapi mengandung fakta tersembunyi yang universal yang ada dalam Jiwa Muhammad SAW. Dan dialah sentral satelit ruhani yang menghubungkan hamba-hamba Allah dengan Allah. Karena sebuah penghargaan Cinta yang agung itu hilang begitu saja. Estetika Cinta Ilahi justru tercermin dalam Keagungan-Nya dan Keagungan itu ada di balik desah doa yang disampaikan hamba-hamba-Nya buat Kekasih-Nya.
6. Allah pun bershalawat kepada Nabi, begitu juga para malaikat-Nya. Duhai kaum beriman bershalawat dan bersalamlah kepada Nabi SAW.

Para sufi memberikan pengajaran sistematis kepada umat melalui Shalawat Nabi itu sendiri. Dan Shalawat Nabi yang berjumlah ratusan macam itu lebih banyak justru dari ajaran Nabi sendiri. Model shalawat yang diwiridkan para pengikut tarekat juga memiliki sanad yang sampai kepada Nabi SAW. Oleh sebab itu itu, Shalawat adalah cermin Nabi Muhammad SAW yang memantul melalui jutaan bahkan milyaran hamba-hamba Allah bahkan bilyunan para malaikat-Nya.